Karung Nyawa adalah novel horor-misteri lokal yang digarap dengan apik oleh Haditha. Tak main-main dengan konsep lokal yang diusungnya, bahkan penamaan bab pun menggunakan ejaan hitungan Jawa.
Dialog-dialognya kental dengan bahasa Jawa logat sehari-hari, renyah, tapi juga langsung tembus ke masalah, jadi ngalir banget.
Berikut ini adalah kesanku setelah membaca Karung Nyawa karya Haditha.
Tanpa Basa-Basi
Start your fiction off with a bang.
Haditha benar-benar mengerti bagaimana menerapkan prinsip tersebut ke dalam ceritanya. Tanpa banyak babibu, Karung Nyawa langsung menghadirkan kejutan sekaligus masalah utama di bab pertama (Siji): ditemukan mayat seorang wanita tanpa kepala.
Brrr!
Dibuka dengan heboh dan rentetan-rentetan adegan yang ribut tapi pas, Karung Nyawa berhasil bikin terus-terusan baca untuk mencari tahu: sebenernya apa sih yang sedang terjadi di sini??
Hiruk-pikuk dalam cerita
Ada empat tokoh yang disorot dalam Karung Nyawa yakni Johan Oman (Hanoman Ganteng), Janet Masayu, Zan Zabil (Jabil), Tarom Gawat.
Dibuka oleh Johan Oman yang memberi tongkat estafet ke Zabil, yang kemudian membawa kemunculan Tarom Gawat dan akhirnya Janet. Cara Haditha memperkenalkan para tokohnya bener-bener enak, seperti menonton lomba maraton.
Sayangnya ada terlalu banyak tokoh sampingan yang perannya hanya sekadar lewat. Meski, kalau melihat ending-nya, bisa jadi tokoh-tokoh sampingan itu punya peran di depan, mengingat ending dari Karung Nyawa menggantung—jangan-jangan ini semacam tanda bakal ada seri Karung Nyawa #2! ♡ Omong-omong soal nama, meskipun nama yang lewat dalam novel ini bejibun, semuanya gampang dicerna berkat karakter Zabil, Tarom dan Johan yang kuat (sayangnya Janet gak kerasa kuat) sehingga (untungnya) bikin kayak ada garis batas antara mana tokoh utama dan mana tokoh yang mending dilupakan eh maksudku, tokoh numpang lewat tokoh pendamping.
Soal nama, agak kzl juga karena Johan Oman enggak dikasih penamaan yang konsisten. Johan Oman punya nama alias, Hanoman Ganteng. Kalau nama alias itu disebut-sebut dalam dialog, rasanya nggak papa. Wajar aja. Masalahnya, dalam novel ini penyebutan nama alias dan nama asli Johan Oman dicampur-campur dalam narasi. Dalam satu halaman bisa di awal Johan Oman, paragraf berikutnya ganti Hanoman. Ketidak konsistenan ini bikin kesan kayak lihat bubur diaduk bagi penganut bubur tak diaduk.
Omong-omong (lagi), awalnya agak sulit menemukan tokoh utama dalam novel ini karena Haditha menggunakan POV 3 omni. Cerita dibuat dari sudut pandang beragam tokoh. Dari tokoh agak penting, lumayan penting, penting, bahkan sampai pelaku utama. Karung Nyawa memang dibuka oleh Johan Oman, tapi yang jadi tokoh utama di novel ini sepertinya adalah si penyidik amatir, Zabil. Zabil membawa ketiga temannya masuk ke dalam penyelidikan serampangan mengenai mayat-mayat janggal yang ditemukan di sekitar desa mereka.
Penyelidikan Zabil ini yang menarik, menyeret pembaca dalam pembahasan klenik dan pencarian Toklu. Pembaca dibikin ikut menebak-nebak, apakah pembunuhan ini soal pesugihan atau ulah psikopat.
Prelude
In every end there is also a new beginning.
Salah satu ending cerita yang bagus adalah yang membuka jalan menuju cerita baru.
Seperti yang kubilag di atas, novel Karung Nyawa lebih terasa seperti sebuah pembukaan pada drama 3 babak. Bikin pembaca berdebar geregetan pengin tahu apa bakal ada lanjutannya atau enggak.
Tapi kalau bicara soal penutup pasti selalu ada celahnya. Menuju klimaks, cerita rasanya agak tergesa. Pengungkapan drama besarnya agak terlalu tiba-tiba dan foreshadow-nya kurang; bikin twist-nya jadi nggak gitu nggigit.
Tapi kalau bicara soal penutup pasti selalu ada celahnya. Menuju klimaks, cerita rasanya agak tergesa. Pengungkapan drama besarnya agak terlalu tiba-tiba dan foreshadow-nya kurang; bikin twist-nya jadi nggak gitu nggigit.
Namun itu nggak mengubah kenyataan bahwa Karung Nyawa ditutup dengan empuk. Kalau kubilang sih rasanya sangat shounen, dengan adegan "menatap jalan baru yang terbentang". Hmm terkesan ada aroma petualangannya, kan? Boleh diharapkan tuh. Fufufu.
Pada akhirnya ...
Mungkin untuk beberapa orang, Karung Nyawa merupakan novel horror-misteri yang menghibur, yang bisa bikin merinding, yang bikin ngakak, atau bikin ikut sedih lihat endingnya (Hanomaaan!); sementara untuk pembaca yang lain, Karung Nyawa memberi pemahaman mengenai ego manusia, sisi gelap yang ada karena cinta. Pada akhirnya, lagi-lagi ini semua soal cinta. Bagaimana cinta mampu mengubah pribadi seseorang jadi berbeda, bagaimana cinta mampu mengubah pilihan hidup seseorang dan memutar balik dunia.
Melalui Karung Nyawa, Haditha menyeret kita dalam sekeping arus dunianya, mengingatkan kita pada hal-hal yang sebenarnya sudah lama kita ketahui, membuat pembaca menyimpulkannya kembali melalui yang tersirat dalam dialog-dialog jenaka dalam kisah horrornya, kemudian mengembalikan kita pada kehidupan nyata yang tak kalah horror, di mana setiap hari manusia saling bunuh demi cinta masing-masing.
★★★✩✩